Penanganan Konflik Masyarakat Adat Papua Barat Melalui Pendekatan Antropologi Oleh Tentara Nasional Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.55382/jurnalpustakamitra.v2i1.113Kata Kunci:
militer, hukum, Papua Barat, TNI, antropologi, konflikAbstrak
Masyarakat sekitar merasa ketakutan, terancam dan mengungsi ke hutan-hutan. Bupati Maybrat menyerukan kepada masyarakat yang masih mengungsi agar kembali ke rumah atau kampungnya masing-masing. Penambahan personel Kodam XVIII Kasuari di sana bukanlah operasi militer melainkan mencari para pelaku tindak pidana teorisme karena telah menyebabkan ketakutan luar biasa pada masyarakat setempat hingga mengungsi kedalam hutan. Tujuan penelitian ini mengkaji pokok permasalahan sesuai dengan ruang lingkup dan identifikasi masalah sebagaimana yang telah disebutkan di atas melalui pendekatan yuridisnormatif. Selain itu, peneliti juga akan melengkapinya dengan yuridis-historis dan yuridis-politis berdasarkan ruang lingkup dan identifikasi masalah yang ada. Penelitian mempergunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris sekaligus. Akan tetapi, peneliti akan lebih menitikberatkan penelitian ini pada penelitian hukum normatif, sedangkan penelitian hukum empiris berfungsi sebagai informasi pendukung. Kodam XVIII Kasuari selalu berusaha menghilangkan kebudayaan masyarakat pegunungan Arfak yang menjadikan kegiatan sehari hari berbenturan dengan tindakan kriminal atau kejahatan seperti senjata api sebagai mas kawin dengan berbagai cara pendekatan antropology. Pendekatan tersebut membantu masyarakat Papua Barat dijalankan sepenuhnya oleh para prajurit di lapangan dalam kerangka operasi teritorial dalam aspek pembinaan dan penggalangan sehingga dapat menimbulkan kesadaran masyarakat, serta menegakkan hukum nasional dilingkungan masyarakat Papua Barat.
Unduhan
##submission.downloads##
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2022 Arief Fahmi Lubis

Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.